Rabu, 28 November 2012

Etika Bertetangga dalam islam


ETIKA BERTETANGGA DALAM AJARAN ISLAM
A.  PEMBAHASAN
Agama Islam agama fithroh yang memperhatikan hak-hak yang berhubungan dengan asasi seseorang atau masyarakat. Agama yang mengatur hubungan hamba dengan Rabbnya dan hubungan antar hamba dengan keserasian dan keselarasan yang sempurna. Di antara hubungan antar hamba yang diatur dan diperhatikan Islam adalah hubungan bertetangga, karena hubungan bertetangga termasuk hubungan kemasyarakatan yang penting yang dapat menghasilkan rasa saling cinta, kasih sayang dan persaudaraan antar mereka.
Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat memperhatikan hal tersebut sebagaimana dalam hadits;
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
“Jibril senantiasa berwasiat kepadaku dengan tetangga sehingga aku menyangka tetangga tersebut akan mewarisinya.”
B. Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan dari dua sahabat yaitu Aisyah dan Ibnu Umar. Adapun jalan periwayatan Aisyah radhiallahu ‘anha dikeluarkan oleh:
  1. Al Bukhari dalam Shohih-nya, kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar no. 6014.
  2. Muslim dalam Shohih-nya, kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar Wal Ihsan Ilaihi, no. 6628, lihat Syarah Nawawi 16/392.
  3. Abu Daud dalam Sunan-nya, kitab Al Adab, Bab Fi Haqil Jiwaar, no. 5151.
  4. Tirmidzi dalam Jami’-nya, kitab Al Bir Wash Shilah, Bab Ma Ja’a Fi Haqil Jiwaar no. 1942.
  5. Ibnu Majah dalam Sunan-nya, kitab Al Adab, Bab Haqul Jiwaar no. 3673.

Sedangkan jalan periwayatan Ibnu Umar dikeluarkan oleh:
  1. Al Bukhari dalam Shohih-nya, kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar no. 6015.
  2. Muslim dalam Shohih-nya, kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar Wal Ihsan Ilaihi, no. 6630, lihat Syarah Nawawi 16/392.
C.  Faedah Hadits
Hadits yang agung ini menunjukkan urgensi dan kedudukan tetangga dalam Islam. Tetangga memiliki kedudukan arti penting dan hak-hak yang harus diperhatikan setiap muslim. Sehingga dengan demikian konsep Islam sebagai rahmat untuk alam semesta dapat direalisasikan dan dirasakan oleh setiap manusia.
D.  Definisi, Batasan dan Hakikat Tetangga
Kata Al Jaar (tetangga) dalam bahasa Arab berarti orang yang bersebelahan denganmu. Ibnu Mandzur berkata: الجِوَار , الْمُجَاوَرَة dan الْجَارُ bermakna orang yang bersebelahan denganmu. Bentuk pluralnya أَجْوَارٌ , جِيْرَةٌ dan جِيْرَانٌ”. Sedang secara istilah syar’i bermakna orang yang bersebelahan secara syar’i baik dia seorang muslim atau kafir, baik atau jahat, teman atau musuh, berbuat baik atau jelek, bermanfaat atau merugikan dan kerabat atau bukan.
Tetangga memiliki tingkatan, sebagiannya lebih tinggi dari sebagian yang lainnya, bertambah dan berkurang sesuai dengan kedekatan dan kejauhannya, kekerabatan, agama dan ketakwaannya serta yang sejenisnya. Sehingga diberikan hak tetangga tersebut sesuai dengan keadaan dan hak mereka.
Adapun batasannya masih diperselisihkan para ulama, di antara pendapat mereka adalah. Pertama, batasan tetangga yang mu’tabar adalah 40 rumah dari semua arah. Hal ini disampaikan oleh Aisyah radhiallahu ‘anha, Azzuhri dan Al Auzaa’i. Kedua, sepuluh rumah dari semua arah. Ketiga, orang yang mendengar azan adalah tetangga. Hal ini disampaikan oleh imam Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu. Keempat, tetangga adalah yang menempel dan bersebelahan saja. Kelima, batasannya adalah mereka yang disatukan oleh satu masjid. Yang lebih kuat, insya Allah, batasannya kembali kepada adat yang berlaku. Apa yang menurut adat adaalah tetangga maka itulah tetangga. Wallahu A’lam.
Dengan demikian jelaslah tetangga rumah adalah bentuk yang paling jelas dari hakikat tetangga, akan tetapi pengertian tetangga tidak hanya terbatas pada hal itu saja bahkan lebih luas lagi. Karena dianggap tetangga juga tetangga di pertokoan, pasar, lahan pertanian, tempat belajar dan tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya ketetanggaan. Demikian juga teman perjalanan karena mereka saling bertetanggaan baik tempat atau badan dan setiap mereka memiliki kewajiban menunaikan hak tetangganya.
E.     Wasiat Islam Terhadap Tetangga
Islam telah berwasiat untuk memuliakan tetangga dan menjaga hak-haknya, bahkan Allah menyambung hak tetangga dengan ibadah dan tauhid-Nya serta berbuat bakti kepada kedua orang tua, anak yatim dan kerabat, sebagaimana firman-Nya:
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. Annisaa’: 36)
Demikian pula hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kewajiban menjaga hak tetangga dan menjaga kehormatan dan kemuliannya dan perintah menutupi aib mereka, menundukkan pandangan dari harta kehormatannya dan menjauhi hal yang menyakiti dan mengganggunya. Di antaranya hadits Aisyah dan Ibnu Umar ini. Lihatlah baik-baik bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Sehingga aku menyangka tetangga tersebut akan mewarisinya.”
Hal ini menunjukkan wasiat dengan tetangga tersebut meliputi penjagaan, berbuat baik kepadanya, tidak berbuat jahat dan mengganggunya, selalu bertanya tentang keadaannya dan memberikan kebaikan kepadanya. Ini semua adalah bentuk perhatian dan motivasi syariat dalam menjaga dan menunaikan hak-hak mereka. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan pelanggaran kehormatan tetangga sebagai salah satu dosa terbesar dalam sabdanya ketika ditanya:
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
Dosa apa yang terbesar di sisi Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Menjadikan sekutu tandingan Allah, padahal Allah yang menciptakanmu.” Saya (Ibnu Mas’ud) bertanya: “Kemudian apa?” beliau menjawab: “Kemudian membunuh anakmu karena khawatir dia makan bersamamu” lalu saya bertanya lagi: “Kemudian apa?” beliau menjawab: “Berzina dengan istri tetanggamu.” (Diriwayatkan oleh Bukhori no. 4389, 6354 dan 6978, Muslim no. 125)
Tidak cukup hanya di situ, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan Abu Dzar untuk memperbanyak kuah masakannya agar dapat dibagi dan dirasakan tetangga, seperti dalam hadits:
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
Dari Abu Dzar beliau berkata: “Kekasihku shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berwasiat kepadaku, jika kamu memasak kuah daging maka perbanyak kuahnya kemudian lihat keluarga tetanggamu dan berikanlah sebagian kepada mereka.” (Diriwayatkan oleh Muslim no. 6632). Demikian besarnya hak dan kedudukan tetangga dalam islam.



F.     Hak-Hak Tetangga
Telah jelas tetangga memiliki hak yang besar dan kedudukan yang tinggi dalam islam. Hak-hak mereka kalau dirinci akan sangat banyak sekali, akan tetapi semuanya dapat dikembalikan kepada empat hak yaitu:
1. Berbuat baik (ihsan) kepada mereka.
Berbuat baik dalam segala sesuatu adalah karakteristik islam, demikian juga pada tetangga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
“Sebaik-baiknya sahabat di sisi Allah adalah yang paling baik kepada sahabatnya. Dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang paling baik pada tetangganya.” (Abu Isa At Tirmidzi berkata: hadits ini hasan gharib)
Di antara ihsan kepada tetangga adalah :
a.    Memuliakannya.
Sikap ini menjadi salah satu tanda kesempurnaan iman seorang muslim sebagaimana dinyatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shohih yang berbunyi:
…….…………………………………………………………………………………………
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah mengganggu tetangganya.”
Dan dalam lafadz yang lain:
……………………………………………………………………………………………
“Maka hendaklah memuliakan tetangganya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
b.    Ta’ziyah ketika mereka mendapat musibah mengucapkan selamat ketika mendapat kebahagiaan, menjenguknya ketika sakit, memulai salam dan bermuka manis ketika bertemu dengannya dan membantu membimbingnya kepada hal-hal yang bermanfaat dunia akhirat serta memberi mereka hadiah. Aisyah radhiallahu ‘anha bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
…………………………………………………………………………………………….……………………………………………………………………………………………
“Wahai Rasulullah saya memiliki dua tetangga lalu kepada siapa dari keduanya aku memberi hadiah? Beliau menjawab: kepada yang pintunya paling dekat kepadamu.” (Riwayat Bukhori, Kitab As Suf’ah, Bab Ayul Jiwari Aqrab, no. 2099)

2.    Sabar menghadapi gangguan tetangga.
Ini adalah hak kedua untuk tetangga yang berhubungan erat dengan yang pertama dan menjadi penyempurnanya. Hal ini dilakukan dengan memaafkan kesalahan dan perbuatan jelek mereka, khususnya kesalahan yang tidak disengaja atau sudah dia sesali kejadiannya. Hasan Al Bashri berkata: “Tidak mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada tetangga akan tetapi berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas gangguannya.” Sebagian ulama berkata: “Kesempurnaan berbuat baik kepada tetangga ada pada empat hal, (1) senang dan bahagia dengan apa yang dimilikinya, (2) Tidak tamak untuk memiliki apa yang dimilikinya, (3) Mencegah gangguan darinya, (4) Bersabar dari gangguannya.”

3.    Menjaga dan memelihara tetangga.
Ini merupakan hak ketiga untuk tetangga. Imam Ibnu Abi Jamroh berkata: “Menjaga tetangga termasuk kesempurnaan iman. Orang jahiliyah dahulu sangat menjaga hal ini dan melaksanakan wasiat berbuat baik ini dengan memberikan beraneka ragam kebaikan sesuai kemampuan; seperti hadiah, salam, muka manis ketika bertemu, membantu memenuhi kebutuhan mereka, menahan sebab-sebab yang mengganggu mereka dengan segala macamnya baik jasmani atau maknawi. Apalagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meniadakan iman dari orang yang selalu mengganggu tetangganya. Ini merupakan ungkapan tegas yang mengisyaratkan besarnya hak tetangga dan mengganggunya termasuk dosa besar.”
4.    Tidak mengganggu tetangga.
Telah dijelaskan di atas akan kedudukan tetangga yang tinggi dan hak-haknya terjaga dalam islam. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan dengan keras upaya mengganggu tetangga, sebagaimana dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
“Tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman mereka bertanya: siapakah itu wahai Rasulullah beliau menjawab: orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.” (HR. Bukhori)
Dalam riwayat lain:
…………………………………………………………………………………………
“Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.” (HR Muslim dari Abu Hurairoh). Demikian juga dalam hadits yang lain beliau bersabda:
………………………………………………………………………………………….
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah mengganggu tetangganya.”
C. Penutup
Demikianlah besarnya hak tetangga yang terkadang kurang kita perhatikan, padahal demikian besar dan pentingnya bagi kehidupan seorang muslim dalam bermasyarakat. Oleh karena itu marilah kita perbaiki kehidupan kita dengan takwa dan iman sehingga kita dapat mencapai kemuliaan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Mudah-mudahan ini berguna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar