ETIKA BERTETANGGA DALAM
AJARAN ISLAM
A. PEMBAHASAN
Agama
Islam agama fithroh yang memperhatikan hak-hak yang berhubungan dengan asasi
seseorang atau masyarakat. Agama yang mengatur hubungan hamba dengan Rabbnya
dan hubungan antar hamba dengan keserasian dan keselarasan yang sempurna. Di
antara hubungan antar hamba yang diatur dan diperhatikan Islam adalah hubungan
bertetangga, karena hubungan bertetangga termasuk hubungan kemasyarakatan yang
penting yang dapat menghasilkan rasa saling cinta, kasih sayang dan
persaudaraan antar mereka.
Oleh
karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat memperhatikan
hal tersebut sebagaimana dalam hadits;
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
“Jibril
senantiasa berwasiat kepadaku dengan tetangga sehingga aku menyangka tetangga
tersebut akan mewarisinya.”
B. Takhrij
Hadits
Hadits
ini diriwayatkan dari dua sahabat yaitu Aisyah dan Ibnu Umar. Adapun jalan
periwayatan Aisyah radhiallahu ‘anha dikeluarkan oleh:
- Al Bukhari dalam Shohih-nya, kitab Al
Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar no. 6014.
- Muslim dalam Shohih-nya, kitab Al
Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar Wal Ihsan Ilaihi, no. 6628,
lihat Syarah Nawawi 16/392.
- Abu Daud dalam Sunan-nya, kitab Al
Adab, Bab Fi Haqil Jiwaar, no. 5151.
- Tirmidzi dalam Jami’-nya, kitab Al
Bir Wash Shilah, Bab Ma Ja’a Fi Haqil Jiwaar no. 1942.
- Ibnu Majah dalam Sunan-nya, kitab Al
Adab, Bab Haqul Jiwaar no. 3673.
Sedangkan jalan periwayatan Ibnu
Umar dikeluarkan oleh:
- Al Bukhari dalam Shohih-nya, kitab Al
Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar no. 6015.
- Muslim dalam Shohih-nya, kitab Al
Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar Wal Ihsan Ilaihi, no. 6630,
lihat Syarah Nawawi 16/392.
C. Faedah
Hadits
Hadits
yang agung ini menunjukkan urgensi dan kedudukan tetangga dalam Islam. Tetangga
memiliki kedudukan arti penting dan hak-hak yang harus diperhatikan setiap
muslim. Sehingga dengan demikian konsep Islam sebagai rahmat untuk alam semesta
dapat direalisasikan dan dirasakan oleh setiap manusia.
D. Definisi,
Batasan dan Hakikat Tetangga
Kata
Al Jaar (tetangga) dalam bahasa Arab berarti orang yang bersebelahan
denganmu. Ibnu Mandzur berkata: “الجِوَار , الْمُجَاوَرَة dan الْجَارُ
bermakna orang yang bersebelahan denganmu. Bentuk pluralnya أَجْوَارٌ , جِيْرَةٌ
dan جِيْرَانٌ”.
Sedang secara istilah syar’i bermakna orang yang bersebelahan secara syar’i
baik dia seorang muslim atau kafir, baik atau jahat, teman atau musuh, berbuat
baik atau jelek, bermanfaat atau merugikan dan kerabat atau bukan.
Tetangga
memiliki tingkatan, sebagiannya lebih tinggi dari sebagian yang lainnya,
bertambah dan berkurang sesuai dengan kedekatan dan kejauhannya, kekerabatan,
agama dan ketakwaannya serta yang sejenisnya. Sehingga diberikan hak tetangga
tersebut sesuai dengan keadaan dan hak mereka.
Adapun
batasannya masih diperselisihkan para ulama, di antara pendapat mereka adalah.
Pertama, batasan tetangga yang mu’tabar adalah 40 rumah dari semua arah. Hal
ini disampaikan oleh Aisyah radhiallahu ‘anha, Azzuhri dan Al Auzaa’i.
Kedua, sepuluh rumah dari semua arah. Ketiga, orang yang mendengar azan adalah
tetangga. Hal ini disampaikan oleh imam Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu.
Keempat, tetangga adalah yang menempel dan bersebelahan saja. Kelima,
batasannya adalah mereka yang disatukan oleh satu masjid. Yang lebih kuat,
insya Allah, batasannya kembali kepada adat yang berlaku. Apa yang menurut adat
adaalah tetangga maka itulah tetangga. Wallahu A’lam.
Dengan
demikian jelaslah tetangga rumah adalah bentuk yang paling jelas dari hakikat
tetangga, akan tetapi pengertian tetangga tidak hanya terbatas pada hal itu
saja bahkan lebih luas lagi. Karena dianggap tetangga juga tetangga di
pertokoan, pasar, lahan pertanian, tempat belajar dan tempat-tempat yang
memungkinkan terjadinya ketetanggaan. Demikian juga teman perjalanan karena
mereka saling bertetanggaan baik tempat atau badan dan setiap mereka memiliki
kewajiban menunaikan hak tetangganya.
E. Wasiat
Islam Terhadap Tetangga
Islam
telah berwasiat untuk memuliakan tetangga dan menjaga hak-haknya, bahkan Allah
menyambung hak tetangga dengan ibadah dan tauhid-Nya serta berbuat bakti kepada
kedua orang tua, anak yatim dan kerabat, sebagaimana firman-Nya:
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil
dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
dan membangga-banggakan diri.” (QS. Annisaa’: 36)
Demikian
pula hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan
kewajiban menjaga hak tetangga dan menjaga kehormatan dan kemuliannya dan
perintah menutupi aib mereka, menundukkan pandangan dari harta kehormatannya
dan menjauhi hal yang menyakiti dan mengganggunya. Di antaranya hadits Aisyah
dan Ibnu Umar ini. Lihatlah baik-baik bagaimana Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan: “Sehingga aku menyangka tetangga tersebut
akan mewarisinya.”
Hal
ini menunjukkan wasiat dengan tetangga tersebut meliputi penjagaan, berbuat
baik kepadanya, tidak berbuat jahat dan mengganggunya, selalu bertanya tentang
keadaannya dan memberikan kebaikan kepadanya. Ini semua adalah bentuk perhatian
dan motivasi syariat dalam menjaga dan menunaikan hak-hak mereka. Bahkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan pelanggaran
kehormatan tetangga sebagai salah satu dosa terbesar dalam sabdanya ketika
ditanya:
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
Dosa
apa yang terbesar di sisi Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: “Menjadikan sekutu tandingan Allah, padahal Allah yang
menciptakanmu.” Saya (Ibnu Mas’ud) bertanya: “Kemudian apa?” beliau menjawab:
“Kemudian membunuh anakmu karena khawatir dia makan bersamamu” lalu saya
bertanya lagi: “Kemudian apa?” beliau menjawab: “Berzina dengan istri tetanggamu.”
(Diriwayatkan oleh Bukhori no. 4389, 6354 dan 6978, Muslim no. 125)
Tidak
cukup hanya di situ, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
memerintahkan Abu Dzar untuk memperbanyak kuah masakannya agar dapat dibagi dan
dirasakan tetangga, seperti dalam hadits:
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
Dari
Abu Dzar beliau berkata: “Kekasihku shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
berwasiat kepadaku, jika kamu memasak kuah daging maka perbanyak kuahnya
kemudian lihat keluarga tetanggamu dan berikanlah sebagian kepada mereka.”
(Diriwayatkan oleh Muslim no. 6632). Demikian besarnya hak dan kedudukan
tetangga dalam islam.
F. Hak-Hak
Tetangga
Telah
jelas tetangga memiliki hak yang besar dan kedudukan yang tinggi dalam islam.
Hak-hak mereka kalau dirinci akan sangat banyak sekali, akan tetapi semuanya
dapat dikembalikan kepada empat hak yaitu:
1. Berbuat baik (ihsan) kepada mereka.
Berbuat
baik dalam segala sesuatu adalah karakteristik islam, demikian juga pada
tetangga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
“Sebaik-baiknya
sahabat di sisi Allah adalah yang paling baik kepada sahabatnya. Dan
sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang paling baik pada tetangganya.”
(Abu Isa At Tirmidzi berkata: hadits ini hasan gharib)
Di antara ihsan kepada tetangga adalah
:
a.
Memuliakannya.
Sikap
ini menjadi salah satu tanda kesempurnaan iman seorang muslim sebagaimana
dinyatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang
shohih yang berbunyi:
…….…………………………………………………………………………………………
“Siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah mengganggu
tetangganya.”
Dan
dalam lafadz yang lain:
……………………………………………………………………………………………
“Maka
hendaklah memuliakan tetangganya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
b.
Ta’ziyah ketika mereka mendapat musibah
mengucapkan selamat ketika mendapat kebahagiaan, menjenguknya ketika sakit,
memulai salam dan bermuka manis ketika bertemu dengannya dan membantu
membimbingnya kepada hal-hal yang bermanfaat dunia akhirat serta memberi mereka
hadiah. Aisyah radhiallahu ‘anha bertanya kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam:
…………………………………………………………………………………………….……………………………………………………………………………………………
“Wahai
Rasulullah saya memiliki dua tetangga lalu kepada siapa dari keduanya aku
memberi hadiah? Beliau menjawab: kepada yang pintunya paling dekat kepadamu.”
(Riwayat Bukhori, Kitab As Suf’ah, Bab Ayul Jiwari Aqrab, no.
2099)
2. Sabar menghadapi gangguan tetangga.
Ini adalah hak kedua untuk tetangga yang berhubungan
erat dengan yang pertama dan menjadi penyempurnanya. Hal ini dilakukan dengan
memaafkan kesalahan dan perbuatan jelek mereka, khususnya kesalahan yang tidak
disengaja atau sudah dia sesali kejadiannya. Hasan Al Bashri berkata: “Tidak
mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada tetangga akan tetapi berbuat baik
terhadap tetangga dengan sabar atas gangguannya.” Sebagian ulama berkata: “Kesempurnaan
berbuat baik kepada tetangga ada pada empat hal, (1) senang dan bahagia dengan
apa yang dimilikinya, (2) Tidak tamak untuk memiliki apa yang dimilikinya, (3)
Mencegah gangguan darinya, (4) Bersabar dari gangguannya.”
3. Menjaga dan memelihara tetangga.
Ini
merupakan hak ketiga untuk tetangga. Imam Ibnu Abi Jamroh berkata: “Menjaga
tetangga termasuk kesempurnaan iman. Orang jahiliyah dahulu sangat menjaga hal
ini dan melaksanakan wasiat berbuat baik ini dengan memberikan beraneka ragam
kebaikan sesuai kemampuan; seperti hadiah, salam, muka manis ketika bertemu,
membantu memenuhi kebutuhan mereka, menahan sebab-sebab yang mengganggu mereka
dengan segala macamnya baik jasmani atau maknawi. Apalagi Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meniadakan iman dari orang yang selalu
mengganggu tetangganya. Ini merupakan ungkapan tegas yang mengisyaratkan
besarnya hak tetangga dan mengganggunya termasuk dosa besar.”
4. Tidak mengganggu tetangga.
Telah
dijelaskan di atas akan kedudukan tetangga yang tinggi dan hak-haknya terjaga
dalam islam. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memperingatkan dengan keras upaya mengganggu tetangga,
sebagaimana dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
“Tidak
demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah
tidak beriman mereka bertanya: siapakah itu wahai Rasulullah beliau menjawab:
orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.”
(HR. Bukhori)
Dalam riwayat
lain:
…………………………………………………………………………………………
“Tidak
masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.”
(HR Muslim dari Abu Hurairoh). Demikian juga dalam hadits yang lain beliau
bersabda:
………………………………………………………………………………………….
“Siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah mengganggu
tetangganya.”
C. Penutup
Demikianlah
besarnya hak tetangga yang terkadang kurang kita perhatikan, padahal demikian
besar dan pentingnya bagi kehidupan seorang muslim dalam bermasyarakat. Oleh
karena itu marilah kita perbaiki kehidupan kita dengan takwa dan iman sehingga
kita dapat mencapai kemuliaan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Mudah-mudahan ini berguna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar