Rabu, 09 Januari 2013

masail fiqh:porno aksi


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Perkembangan dunia informasi semakin maju pesat dengan ditandai berkembangnya media masa. Kemajuan dunia informasi dapat dilihat di seluruh belahan dunia yang semakin semarak beredarnya media cetak, seperti majalah, tabloid, koran dan juga media elektronik seperti VCD, televise, internet, dan lain-lain. Namun  peningkatan ini tidak dibarengi dengan menyngkatnta kualitas isi dari media masa tersebut. Tidaklah mengherankan ketika terjadi kasus pemerkosaan terhadap anak-anak oleh anak seusia SMP, adegan panas yang dilakukan oleh siswa-siswa SMA, seperti kasus di Cianjur ( melakukan sex di dalam kelas, yang turut melibatkan guru), dan banyak lagi kasus-kasus lain. Banyaknya kasus yang terjadi pada akhir-akhir ini merupakan bukti rendahnya kualitas media masa yang ada. Karena media masa tidak sedikit berisi hal-hal yang berbau porno. Bahkan hal-hal yang berbau porno tersebut sangat mudah diakses melalui internet.
Jika kehidupan masyarakat dihadapkan secara terus menerus dengan suguhan yang tidak mengindahkan batas-batas nilai kesopanan dan kesusilaan, maka bisa jadi pornografi dan pornoaksi tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang asusila, akan tetapi menjadi sesuatu yang biasa dalam masyarakat, sehingga perilaku masyarakat pun akan berubah.. Menurut Jane Brown, ilmuwan dari Universitas North Carolina, ”semakin banyak remaja disuguhi eksploitasi seks di media, mereka akan semakin berani mencoba seks diusia muda”. Untuk itu di sini kami akan membahas tentang pornografi dan pornoaksi di tinjau dari perspektif Islam.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pornografi dan pornoaksi?
2.      Apakah sebab dan dampak dari pornografi?
3.      Bagaimanakah pornografi dan pornoaksi dalam perspektif Islam?
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pornografi dan Pornoaksi
Istilah pornografi bila dilacak pengertiannya secara etimologis berasal dari bahasa Yunani kuno “porne” yang berarti wanita jalang, dan “graphos” yang artinya gambar atau  lukisan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pornografi diartikan sebagai: (1) penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau untuk membangkitkan nafsu birahi, mempunyai kecenderungan merendahkan kaum wanita; (2) bahan yang dirancang dengan sengaja dan semata-mata untuk membangkitkan nafsu seks.
Menurut Esther D. Reed sebagaimana yang dikutip oleh Supartiningsih berpendapat bahwa pornografi secara material menyatukan seks atau eksposur yang berhubungan dengan kelamin sehingga dapat menurunkan martabat atau harga diri. Sedangkan menurut Rowen Ogien pornografi dapat didefinisikan sebagai representasi eksplisit (gambar, tulisan, lukisan dan foto) dari aktivitas seksual atau hal yang tidak senonoh, mesum atau cabul yang dimaksudkan untuk dikomunikasi ke publik.[1]
Sedangkan pornoaksi adalah sebuah perbuatan memamerkan aurat yang digelar dan ditonton secara langsung dari mulai aksi yang biasa-biasa saja seperti aksi para artis di panggung-panggung hiburan umum hingga luar biasa dan atraktif seperti tarian telanjang atau setengah telanjang di tempat-tempat hiburan khusus.[2]
Jadi pornoaksi merupakan perbuatan perwujudan dari makna pornografi itu sendiri yang berupa tindakan asusila.
Setelah RUU disahkan pada tanggal 30 oktober 2008, definisi Pornografi menjadi "Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat." Definisi ini menggabungkan pornografi dan pornoaksi pada RUU APP sebelumnya, dengan memasukkan "gerak tubuh" kedalam definisi pornografi.

B.       Sebab dari Pornografi dan Pornoaksi
Diantara penyebab terjadinya perilaku pornografi antara lain:
1.      Faktor politik dibidang keagamaan yang terlihat dalam politik pendidikan agama disekolah-sekolahdasar sampai perguruan tinggi. Jumlah jam pelajaran atau jam kuliah masih sangat tidak memadai dibanding jam tayangan televisi yang mendominasi waktu belajar.
2.      Pengaruh budaya asing yang masuk dalam negeri melalui jaringan media komunikasi, baik cetak maupun elektronik.
3.      Kurangnya pengawasan dari orangtua.
4.      Frustasi ekonomi, yang ditandai dengan remutusa hubungan kerja (PHK) dan banyaknya pengangguran. Dengan kondisi yang sulit itulah menyebabkan orang mencari jalan pintas untuk mencukupi kebutuhan, meskipun harus merugikan atau merusak moral orang banyak.
5.      Kurangnya pengetahuan dan bahaya dari pornografi dan pornoaksi.

C.      Akibat dari Pornografi dan Pornoaksi
       Akibat tindak pidana pornografi dan pornoaksi seperti yang ditayangkan oleh televise-televisi maupun berita-berita melalui media cetak di Indonesia adalah banyaknya kasus perkosaan, perzinaan, aborsi bahkan pembunuhan. Perkosaan-perkosaan akibat tindak pidana pornografi maupun pornoaksi telah banyak dilakukan meskipun pornografi dan pornoaksi bukan satu-satunya penyebab terjadinya perkosaan.[3]
       Perkosaan tersebut tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa terhadap orang dewasa, tetapi juga terhadap anak kecil. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi perkosaan tersebut dilakukan oleh ayah terhadap anaknya sendiri atau dilakukan oleh saudaranya.
       Di samping itu apabila suatu masyarakat dihadapkan pada pornografi dan pornoaksi secara terus-menerus maka  dampak yang terjadi di tatanan masyarakat antara lain:
1.      Pornografi dan pornoaksi tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang tabu dan asusila, tetapi masyarakat akan menganggap itu sesuatu yang biasa dan wajar.
  1. Diawali dengan terbiasa melihat dan membaca lama-kelamaan perilaku pun berubah. Perasaan malu sudah tidak ada lagi, dan berkembanglah sikap apatis. Akhirnya orang merasa bebas merdeka untuk melakukan apapun tanpa adanya kontrol masyarakat.[4]
  2. Pornografi dan pornoaksi akan membuat pikiran berorientasi pada hal-hal yang berbau seks.[5]
  3. Akan mengubah tatanan nilai kesopanan dan kesusilaan. Nilai-nilai agama akan tergusur dan kesadaran akan nilai-nilai social semakin melemah.
  4. Perilaku yang mengutamakan intelektualitas dan budaya tinggi berupa kreativitas dan kasih sayang berganti menjadi budaya rendahan seperti seks dan kekerasan.[6]
  5. Pornografi bersifat mencandu dan mengikat sehingga pelaku terus membutuhkan dan tak pernah merasa puas.
  6. Adanya penyesalan dalam hati dan fikiran bagi pelaku.
Selain itu masih banyak lagi dampak dari maraknya pornografi dan pornoaksi yang meresahkan masyarakat ini.



D.      Pandangan Islam terhadap Pornografi dan Pornoaksi
Dalam perspektif Islam, pembicaraan tentang pornografi  tidak bias dipisahkan denga pembicaraan tentang aurat, tabarruj (berpenampilan seronok), dan pakaian. Unsure yang terpenting dalam konsep pornografi adalah melanggar kesusilaan dan membangkitkan nefsu seks. Sedangkan dalam terminology Islam persoalan tersebut erat kaitannya dengan persoalan aurat dan pakaian. Karena yang disebut aurat dalam Islam adalah bagian tubuh manusia yang tidak boleh diperlihatkan atau harus ditutup karena dapat menimbulkan rasa malu. (QS. An-Nur: 58), dan membangkitkan nafsu seks orang yang melihatnya (QS. Al-Ahzab: 59). Sementara itu pakaian merupakan alay yang digunakan untuk menutup aurat yang dimaksud. Sedangkan tabarruj menggambarkan seseorang dalam berpakaian yang cenderung seronok atau mencirikan penampilan yang tidak terhormat. Penampilan yang dimaksud merupakan gabungan dari pemahaman seseorang tentang batasan aurat dan cara berpakaian.[7]
  Beberapa ayat yang membicarakan tentang aurat, tabarruj (berpenampilan seronok), dan pakaian. Ayat-ayat tersebut antara lain:
1.        Ayat tentang aurat, dalam QS. An-Nur: 31 dan 58, yang berbunyi:
@è%ur ÏM»uZÏB÷sßJù=Ïj9 z`ôÒàÒøótƒ ô`ÏB £`Ïd̍»|Áö/r& z`ôàxÿøtsur £`ßgy_rãèù Ÿwur šúïÏö7ム£`ßgtFt^ƒÎ žwÎ) $tB tygsß $yg÷YÏB ( tûøóÎŽôØuø9ur £`Ïd̍ßJ胿2 4n?tã £`ÍkÍ5qãŠã_ ( Ÿwur šúïÏö7ム£`ßgtFt^ƒÎ žwÎ)  ÆÎgÏFs9qãèç7Ï9 ÷rr&  ÆÎgͬ!$t/#uä ÷rr& Ïä!$t/#uä  ÆÎgÏGs9qãèç/ ÷rr&  ÆÎgͬ!$oYö/r& ÷rr& Ïä!$oYö/r&  ÆÎgÏGs9qãèç/ ÷rr& £`ÎgÏRºuq÷zÎ) ÷rr& ûÓÍ_t/  ÆÎgÏRºuq÷zÎ) ÷rr& ûÓÍ_t/ £`ÎgÏ?ºuqyzr& ÷rr& £`Îgͬ!$|¡ÎS ÷rr& $tB ôMs3n=tB £`ßgãZ»yJ÷ƒr& Írr& šúüÏèÎ7»­F9$# ÎŽöxî Í<'ré& Ïpt/öM}$# z`ÏB ÉA%y`Ìh9$# Írr& È@øÿÏeÜ9$# šúïÏ%©!$# óOs9 (#rãygôàtƒ 4n?tã ÏNºuöqtã Ïä!$|¡ÏiY9$# ( Ÿwur tûøóÎŽôØo £`ÎgÎ=ã_ör'Î/ zNn=÷èãÏ9 $tB tûüÏÿøƒä `ÏB £`ÎgÏFt^ƒÎ 4 (#þqç/qè?ur n<Î) «!$# $·èŠÏHsd tmƒr& šcqãZÏB÷sßJø9$# ÷/ä3ª=yès9 šcqßsÎ=øÿè? ÇÌÊÈ  
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.(QS. An-Nur: 31)

$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ãNä3RÉø«tGó¡uŠÏ9 tûïÏ%©!$# ôMs3n=tB óOä3ãZ»yJ÷ƒr& tûïÏ%©!$#ur óOs9 (#qäóè=ö7tƒ zNè=çtø:$# óOä3ZÏB y]»n=rO ;Nº§tB 4 `ÏiB È@ö7s% Ío4qn=|¹ ̍ôfxÿø9$# tûüÏnur tbqãèŸÒs? Nä3t/$uÏO z`ÏiB ÍouŽÎg©à9$# .`ÏBur Ï÷èt/ Ío4qn=|¹ Ïä!$t±Ïèø9$# 4 ß]»n=rO ;Nºuöqtã öNä3©9 4 š[øs9 ö/ä3øn=tæ Ÿwur öNÎgøŠn=tæ 7y$uZã_ £`èdy÷èt/ 4 šcqèùº§qsÛ /ä3øn=tæ öNà6àÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ 4 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt7ムª!$# ãNä3s9 ÏM»tƒFy$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOŠÅ3ym ÇÎÑÈ  
 Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. An-Nur: 58)

2.        Ayat tentang tabarruj (berpenampilan seronok), dalam QS. Al-Ahzab: 33 dan QS. An-Nur: 60, yang berbunyi:
tbös%ur Îû £`ä3Ï?qãç/ Ÿwur šÆô_§Žy9s? ylŽy9s? Ïp¨ŠÎ=Îg»yfø9$# 4n<rW{$# ( z`ôJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# šúüÏ?#uäur no4qŸ2¨9$# z`÷èÏÛr&ur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4 $yJ¯RÎ) ߃̍ムª!$# |=ÏdõãÏ9 ãNà6Ztã }§ô_Íh9$# Ÿ@÷dr& ÏMøt7ø9$# ö/ä.tÎdgsÜãƒur #ZŽÎgôÜs? ÇÌÌÈ  
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.(QS. Al-Ahzab: 33)

ßÏãºuqs)ø9$#ur z`ÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# ÓÉL»©9$# Ÿw tbqã_ötƒ %[n%s3ÏR }§øŠn=sù  ÆÎgøŠn=tæ îy$oYã_ br& šÆ÷èŸÒtƒ  Æßgt/$uŠÏO uŽöxî ¤M»y_ÎhŽy9tFãB 7puZƒÌÎ/ ( br&ur šÆøÿÏÿ÷ètFó¡o ׎öyz  Æßg©9 3 ª!$#ur ììÏJy ÒOŠÎ=tæ ÇÏÉÈ  
Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana.(QS. An-Nur: 60)

3.        Ayat tentang pakaian, dalam QS.Al-Ahzab: 59, yang berbunyi:
$pkšr'¯»tƒ ÓÉ<¨Z9$# @è% y7Å_ºurøX{ y7Ï?$uZt/ur Ïä!$|¡ÎSur tûüÏZÏB÷sßJø9$# šúüÏRôム£`ÍköŽn=tã `ÏB £`ÎgÎ6Î6»n=y_ 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& br& z`øùt÷èムŸxsù tûøïsŒ÷sム3 šc%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $VJŠÏm§ ÇÎÒÈ  
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.Al-Ahzab: 59)

        Ayat-ayat di atas membahas tentang aurat, tabarruj (berpenapilan seronok), dan pakaian. Dan ketiganya berkaitan satu sama lain. Sedangkan pembahasan pornoagrafi dan pornoasi tidak lepas dari pembahasan tentang aurat. Aurat laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut. Sedangkan kemaluan adalah aurat mughaladzoh (besar/berat) yang telah disepakati akan keharaman membukanya di hadapan orang lain dan haram pula membukanya, kecuali dalam kondisi darurat seperti berobat dan lain sebagainya. Bahkan  kalau aurat ditutup dengan pakaian tetpai tipis atau menampakkan bentuknya, maka ia juga terlarang menurut syara’.
Mayoritas fuqoha berpendapat bahwa paha laki-laki termasuk aurat. Sebagian fuqoha berpendapat bahwa paha laki-laki bukan aurat dengan berdalihkan hadits Anas bahwa Rasulullah saw pernah membuka pahanya dalam beberapa kesempatan. Pendapat ini didukung oleh Muhammad Ibnu Hazm.
Adapun Al-Muhaqqiq Ibnul Qayyim mengatakan dalam Tahdzib Sunan Abi Daud sebagai berikut: “jalan mengompromikan hadits-hadits tersebut ialah dikemukakan oleh murid-murid Imam Ahmad dan lain-lain bahwa aurat itu ada dua macam, yaitu mukhaffafah (ringan/kecil) dan mugholadzoh (berat/besar). Aurat besar ialah qabul dan dubur, sedangkan aurat muhaffafah ialah paha, dan tidak ada pertentangan antara perintah menundukkan pandangan dari melihat paha karena paha itu juga aurat dan membukanya karena paha itu aurat mukhaffafah. Wallahu a’lam.”[8]
Dalam hal ini terdapat rukhshoh atau keringanan bagi para olahragawan dan sebagainya yang biasa mengenakan celana pendek, termasuk juga bagi para penontonnya. Sedangkan untuk melihat bagian tubuh yang tidak termasuk aurat laki-laki seperti wajah, rambut, betis dan sebagainya diperbolahkan selama tidak disertai syahwat atau dikhawatirkan terjadinya fitnah.
Sedangkan aurat wanita itu seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan..
Asy-Syirazi salah seorang ulama’ syafi’iyah, pengarang kitab Al-Muhadzdzab mengatakan bahwa adapun wanita merdeka, maka seluruh tubuhnya adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan (Imam Nawawi berkata: hingga pergelangan tangan) berdasarkan firman Allah: “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali apa yang bisa tampak dari padanya.” Ibnu Abbas berkata: “wajahnya dan kedua telapak tangannya.”
Di samping itu karena Nabi SAW melarang wanita yang sedang ihrom mengenakan kaus tangan dan cadar. Seandainya wajah dan telapak tangan aurat, niscaya baliau tidak mengharamkan menutupnya. Selain itu, juga karena dorongan kebutuhan untuk menampakkan wajah pada waktu jual beli, serta perlu menampakkan tangan untuk mengambil dan memberikan sesuatu, karena itu (wajah dan tangan) ini tidak dianggap aurat. Imam Nawawi menambahkan dalam syarahnya Al-Muhadzdzab, yaitu Al-Majmu’, “diantara ulama’ syafi’iyah ada yang menceritakan atau mengemukakan suatu pendapat bahwa telapak kaki bukanlah aurat”. Al-Muzani berkata, “talapak kaki itu bukan aurat.”[9]
Adapun menurut madzhab Hanafi, kaki bukanlah aurat dan wanita boleh terbuka kakinya apabila tidak ada fitnah
Secara fiqh, melihat aurat seseorang adalah haram. Sedangkan  memamerkan aurat merupakan tindak pornoaksi. Akan tetapi pengertian dan penafsiran tentang pornografi dan pornoaksi itu sendiri di dalam masyarkat berbeda-beda.
Pengertian pornografi dan pornoaksi dipengaruhi oleh kondisi fisik, mental, spiritual, dan social manusia. Dan juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat dan bangsa yang bersangkutan.
Batasan pornografi dan pornoaksi yang dipengaruhi oleh ruang dan waktu saat ini terdapat di beberapa Negara di dunia, diantaranya negara maju (Amerika Utara, Eropa, Jepangs, Australia), Negara berkembang, dan negara miskin.[10] Dan masing-masing jenis Negara tersebut mempunyai batasan pengertian pornoaksi dan pornografi yang berbeda-beda dan perbedaan ini dipengaruhi oleh factor-faktor lain seperti factor agama, sosial, budaya, politik, ekonomi, pendidikan dan lain-lain yang berlaku di masing-masing Negara atau tempat. Dan dipengaruhi pula oleh waktu pornografi dan pornoaksi itu dirumuskan.
Akan tetapi jika ditinjau dari sudut pandang hukum Islam, pengertian pornografi dan pornoaksi jelas dibatasi oleh syariat yang berlaku tanpa batas ruang dan waktu, yang berlaku universal sepanjang masa.
Apabila berbicara tentang masalah hukuman, bab tentang hukuman pornografi dan pornoaksi ini di rumuskan dalam RUU kitab Undang-undang Hukum Pidana tahun 2004 bab XVI tentang Tindak Pidana Kesusilaan. Selain itu juga dirumuskan di RUU tahun 2005 dan 2008 tentang Tindak Pidana Kesusilaan.

E.        Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Terkait dengan pornografi dan pornoaksi ini, sejak tahun 2001 kaum ulama’ dalam hal ini diwakili oleh MUI mengeluarkan fatwa menolak pornografi dan pornoaksi.  Dasar-dasar yang digunakan MUI dalam menyusun fatwa adalah:
1.        Ayat-ayat Al-Qur’an:
a.    Surat Al-Isra’ ayat 32, melarang setiap orang mendekati zina.
b.    Surat An-Nur ayat 30, mengatur tentang tata pergaulan dan berbusana kaum laki-laki.
c.    Surat An-Nur ayat 31, mengatur tentang tata pergaulan dan berbusana kaum perempuan.
d.   Surat Al-Ahzab ayat 59, memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW agar kaum perempuan mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuhnya (tata busana) agar mudah dikenal dan tidak diganggu.
e.    Surat Al-Maidah ayat 2, memerintahkan agar setiap orang saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.
2.        Hadits-hadits Rasulullah SAW:
a.    Hadits Rasulullah SAW yang melarang orang berpakaian tembus pandang, erotis, sensual dan sejenisnya; hadits yang melarang perampuan berpakaian tipis (transparan), diriwayatkan oleh Imam Malik dan juga diriwayatkan Imam Ahmad.
b.    Hadits yang melarang orang berpakaian tertentu, yaitu orang laki-laki yang berpenampilan seperti tokoh dan singgah di masjid, tetapi istrinya berpakaian telanjang, diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
c.    Hadits yang melarang orang berkhalwat, diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu ‘Abbas, dan hadits tentang penghuni neraka diantara perempuan berlenggak-lenggok menggoda atau memikat, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan dapat mencium baunya surga, diriwayatkan Imam Muslim.
d.   Hadits tentang batasan aurat perempuan dan melarang kaum perempuan berpakaian tipis (transparan), diriwayatkan Imam Abu Daud.
3.        Kaidah ushul fiqh dan kaidah fiqh:
a.    Kaidah ushul fiqh menyatakan bahwa: “semua hal yang dapat menyebabkan terjadinya perbuatan haram adalah haram”.
b.    Kaidah-kaidah fiqh:
1)        Menghindarkan mafsadat adalah lebih didahulukan daripada mendatangkan maslahat.
2)        Segala mudharat dapat dihilangkan.
3)        Melihat pada sesuatu yang lahir dari sesuatu yang haramadalah haram.
4)        Segala sesuatu yang lahir dari sesuatu yang haram adalah haram.

Berdasarkan sumber-sumber hukum dan kaidah ushul fiqh serta kaidah-kaidah fiqh, maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) memutuskan:
Pertama: Hukum
1.        Menggambarkan, secara langsung atau tidak langsung, tingkah laku secara erotis, baik dengan lukisan, gambar, tulisan, suara, reklame, iklan, maupun ucapan baik melalui media cetak maupun elektronik yang dapat membangkitkan nafsu birahi adalah haram.
2.        Membiarkan aurat terbuka atau berpakaian ketat atau tembus pandang dengan maksud untuk diambil gambarnya, baik untuk dicetak atau divisualisasikan adalah haram.
3.        Melakukan pengambilan gambar sebagaimana dimaksud angka 2 adalah haram.
4.        Melakukan hubungan seksual atau  adegan seksual di hadapan orang, melakukan pengambilan gambar seksual atau adegan seksual, terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan melihat hubungan seksual atau adegan seksual adalah haram.
5.        Memperbanyak, mengedarkan, menjual, membeli dan melihat atau memperlihatkan gambar orang baik cetak atau visual, orang yang terbuka auratnya atau berpakaian ketat atau tembus pandang yang dapat membangkitkan nafsu birahi, atau gambar hubungan seksual atau adegan seksual adalah haram.
6.        Berbuat intim, berdua-duaan antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mahromnya,  perbuatan sejenis lainnya yang mendekati dan atau mendorong melakukan hubungan seksual di luar pernikahan adalah haram.
7.        Memperlihatkan aurat, yakni bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi laki-laki serta seluruh bagian tubuh wanita selain muka, telapak tangan, dan telapak kaki adalah haram, kecuali dalam hal-hal yang dibenarkan secara syar’i.
8.        Memakai pakaian tembus pandang atau ketat yang dapat memperlihatkan lekuk tubuh adalah haram.
9.        Melakukan suatu perbuatan atau ucapan yang dapat mendorong terjadinya hubungan seksual di luar pernikahan atau perbuatan sebagaimana dimaksud angka 6 adalah haram.
10.    Membantu segala bentuknya dan atau membiarkan tanpa pengingkaran perbuatan-perbuatan yang diharamkan adalah haram.
11.    Memperoleh uang, manfaat, dan atau fasilitas dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan di atas adalah taermasuk haram.[11]
Kedua: Rekomendasi
Berisi tentang desakan kepada semua pihak agar  ikut dalam  menghentikan segala bentuk perbuatan yang dilarang ini.
Ketiga: Ketentuan Penutup
            Berisi tentang pemberlakuan fatwa dan harapan kepada semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
-          Pornografi didefinisikan sebagai representasi eksplisit (gambar, tulisan, lukisan dan foto) dari aktivitas seksual atau hal yang tidak senonoh, mesum atau cabul yang dimaksudkan untuk dikomunikasi ke publik.
-          Sedangkan pornoaksi adalah sebuah perbuatan memamerkan aurat yang digelar dan ditonton secara langsung dari mulai aksi yang biasa-biasa saja seperti aksi para artis di panggung-panggung hiburan umum hingga luar biasa dan atraktif seperti tarian telanjang atau setengah telanjang di tempat-tempat hiburan khusus.
-          Banyak dampak negatif akibat pornografi dan pornoaksi, salahsatunya menyebabkan kecanduan yang membuat fikiran berorientasi pada hal-hal yang berbau seks.
-          Hukum melakukan pornografi dan pornoaksi adalah haram.















DAFTAR PUSTAKA


Aibak, Kutbuddin. 2009. Kajian Fiqh Kontemporer. Yogyakarta: TERAS.
Djubaedah, Neng. 2009. Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam. Jakarta: Kencana.
Qardhawi, Yusuf. 1995. Fatwa-Fatwa Kontemporer, jilid 2. Jakarta: Gema Insani Press.


[1] Kutbuddin Aibak, M.Hi, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta: TERAS, 2004), hal.4-5
[3] Neng Djubaedah, S.H., M.H., Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 172.
[4] Kutbuddin Aibak, M.Hi, Kajian Fiqh Kontemporer, hal. 3.
[5] Ibid, hal.4
[6] Ibid
[7] Ibid, hal. 21-22
[8] Dr. Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hal.365
[9] Ibid, hal 434-435.
[10] Neng Djubaedah, S.H., M.H., Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 142
[11] Neng Djubaedah, S.H., M.H., Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam, hal.10-13